Senin, 27 April 2009

Cerita Malam 1001 Malam

Konon Cerita ini Terjadi Pada Saat Lailatulkadar

Cerita tentang ”Teler”-nya Abu Nawas

HAMPIR semua orang mengenal nama Abu Nawas. Namun di negeri kita, sosok tersebut telanjur dianggap sebagai pelawak. Mungkin hal itu akibat pengaruh buku "Hikayat Abu Nawas" saduran Nur Sutan Iskandar, terbitan Balai Pustaka, yang menjadi bacaan wajib murid-murid sekolah sejak tahun 1930-an hingga 1950-an.

Salah satu taman kota, "Taman Abu Nawas" di Bagdad Irak dihiasi monumen dinding dengan relief cerita Abu Nawas yang hidup merakyat dan berperilaku lucu. Monumen sejenis dengan tema cerita Abu Nawas banyak dijumpai di taman-taman kota di Bagdad dan kota lainnya diIrak

Padahal Abu Nawas (nama sebenarnya Abu Hani Muhammad bin Hakami, lahir di Ahwaz, Persia, tahun 735 dan meninggal di Bagdhad, tahun 810) adalah seorang sastrawan besar dalam khazanah sastra Arab abad Pertengahan. Bahkan sastrawan terbesar pada zaman kekuasaan Sultan Harun al Rasyid al Abassi, yang menjadi khalifah Dinasti Abasiyah tahun 786-809.

Memang, karena kepiawaiannya di bidang bahasa dan sastra Arab, Abu Nawas banyak menggubah sajak-sajak bercorak lelucon dan senda-gurau (mujuniyat). Ia juga sangat ahli merangkai syair tentang cinta dan kecantikan wanita (gazal), pujian terhadap seseorang (madah), bahkan sindiran halus namun tajam (hija). Dan dalam keadaan mabuk minum alkohol khamr), sambil meracau tak karuan, ia menggubah puisi-puisi yang membangga-banggakan minuman keras, yang disebut puisi khumrayat.

Karena kelakuannya yang urakan, tak bermoral, bahkan kemungkina atheis, Abu Nawas tidak disukai kalangan agamawan dan kalangan yang menjunjung tinggi ahlak kesopanan.

Namun menjelang usia tua, ia berubah total. Menjadi tekun beribadah, rendah hati (tawadlu) dan jarang berbicara. Dari beberapa anekdot yang dihimpun para pengamat puisi Abu Nawas, terungkap, kesadaran (al yakhzah) diri Abu Nawas tergugah pada suatu malam "Qadar" (Lailatulkadar). Konon, ketika dalam keadaan "teler" Abu Nawas didatangi seseorang tak dikenal, yang berkata :

"Ya, Abu Hani, idza lam takun milhan tuslih, fa la takun zubabatan tufsid (Wahai Abu Hani, jika engkau tak mampu menjadi garam yang melezatkan hidangan, janganlah engkau menjadi lalat yang menjijikkan, yang merusak hidangan itu).

Abu Nuwas langsung merasa dirinya sebagai lalat. Bahkan lebih hina dina. Ia sadar, tahun-tahun kehidupannya tidak membawa manfaat sebagaimana garam memberi kesedapan. Justru ia terus-terusan merusak, merusak dan merusak. Padahal merusak dilarang keras oleh Allah SWT. La tufsidu fil ardli. Innallaha la yuhibbul mufsidin (Alquran Surah Al Qashash ayat 77). Sejak peristiwa "Malam Qadar" itu, Abu Nawas, mengganti syair-syair dengan zikir. Memindahkan malam-malamnya dari kafe, bar atau pub, ke masjid. Ia tidak ingin lagi menjadi lalat. Biar tak jadi apa-apa, asal tidak membawa kerusakan bagi dirinya dan orang lain.

Beberapa kawannya satu "geng" mendatangi Abu Nawas yang sedang i'tikaf di sebuah masjid, pada sepuluh malam terakhir Ramadan.

#ejek kawan-kawannya: "Apa yang keluar dari bibirmu sekarang ?......."

# jawab Abu Nawas, dengan kalem: "Ayat-ayat Alquran,"

#kawan-kawannya: "Yang kau pikirkan di kepalamu ?"

# jawab Abu Nawas: "Kemahaagungan Allah, yang sudah
mengubah manusia buruk Seperti
kalian, menjadi manusia yang baik
seperti aku sekarang."

#kawan-kawannya:"Kau habiskan malam-malammu dengan apa ?"

# jawab Abu Nawas: "Dengan mendekatkan diriku yang hina
dina kepada Zat Maha Mulia, yaitu Allah SWT."

#kawan-kawannya:"Lalu siang-siangmu keluyuran ke mana ?"


# jawab Abu Nawas:"Ke gurun dan samudera petunjuk-Nya yang
penuh rahmat dan ampunan. Aku tak akan
tersesat di situ, karena firman-firman
-Nya amat jelas," kata Abu Nawas seraya
mengutip sabda Nabi Muhammad saw. afdlala
ibadati ummatiy tilawatul Qurani.Sebaik-
baik ibadah umatku adalah membaca Alquran.

Salah satu puisi karya terakhir Abu Nawas, sebuah puisi religius yang di negeri kita (antara lain di Pondok Modern Gontor) dijadikan "pupujian" seusai salat.

Ilahi, las tulil firdausi 'ala
Wala aqwa alan naril jahimi
Fahabli taubatan waghfir dzunubi
Fainnaka ghafiru dzanbil ngadzimi
art:
(Ya Allah, tak pantas buatku surga Tapi neraka, tak kuat aku akan siksanya Maka atas segala dosa aku bertaubat Karena ampunanmu lebih hebat)

Puisi-puisi Abu Nawas bersama kisah hidupnya, ditulis antara lain oleh Mustafa Abdur Razak, dalam buku "Abu Nawas, Hayatuhu wa Sya'iruhu" (1981). Dikenal dan digemari di dunia Barat setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman oleh A.von Kremer "Diwan des Abu Nuwas Grossten Lyrischen Dichters der Araber" (1806).

Abu Nawas mungkin salah satu contoh manusia yang mendapat barakah "Lailatul Qadar". Malam yang lebih baik daripada seribu Malam. Kita yang sedang siam /Puasa sambil mengharap ampunan Dari ALLAH. SWT, rahmat dan itqun minannari (pembebasan dari api neraka), tak mustahil Jika Ingin mendapatkan keberuntungan seperti Abu Nawas pada Saat Malam lailatul Qodar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar